DI GEREJA BESAR ALKMAAR
Di sini,
di gereja besar Alkmaar,
pernah bernyanyi,
dalam suatu musim panas kelabu,
seorang soprano anak negeri,
Lenneke Ruiten,
di hadapan ribuan manusia
yang memadati gereja,
yang terpukau dan terdiam,
mendengarkan dengan khusyuk,
lantunan suaranya
yang merendah dan meninggi,
berombak bergelombang,
bergaung di seluruh ruangan,
bagaikan suara bidadari dari kayangan,
yang turun di tengah anak-anak manusia,
yang merindukan dan menemukan kebahagiaan
tanpa Tuhan.
Di sini,
di rumah ibadah Kristiani ini,
seorang kelana dari Jawa
pernah bermimpi
tentang seorang waranggana ternama di negerinya,
yang dicintai dan dihormati masyarakatnya,
yang melantunkan tembang,
dengan suara bening cemerlang,
diiringi alunan gamelan,
ibarat Nyi Candralukita
melantunkan Asmaradana Jakalola,
di jantung masjid Mataram,
di hadapan ribuan orang,
laki-laki dan perempuan,
bercampur dalam persaudaraan,
merdeka dari formalisme agama,
yang merindukan dan menemukan
makna kehidupan
di luar sembahyang.
Darwis Khudori
Alkmaar-Paris, 16-21 Agustus 2007
Catatan:
Bagi pembaca yang tidak mengenal tradisi muslim, yang berpengaruh mendalam di Indonesia, diperlukan penjelasan, khususnya pada bagian kedua dari puisi. Nyi Candralukita adalah seorang waranggana (penyanyi tradisional Jawa) yang terkenal dan dihormati dalam tradisi musik Jawa. Asmaradana adalah satu jenis puisi Jawa untuk dinyanyikan dan Jakalola adalah sebuah puisi yang bernafaskan keruhanian atau mistik. Masjid Mataram merupakan salah satu di antara masjid pertama di Jawa, dibangun pada abad ke 16 di Kotagede oleh dinasti Mataram yang terus memerintah di Yogyakarta sampai sekarang.
Memang tak bisa dibayangkan dalam masyarakat muslim bahwa orang menggunakan masjid untuk konser, apalagi dengan penyanyi perempuan. Tidak terbayangkan pula bahwa laki-laki dan perempuan bercampur baur di dalam masjid. Peristiwa semacam ini akan dianggap sebagai pelecehan agama. Namun jika masyarakat muslim dapat membebaskan diri dari formalisme agama, peristiwa semacam ini mungkin saja terjadi suatu hari. Itulah impian puisi ini.