Perlunya Ensiklopedia Pengetahuan Lokal

Menyangga Keberagaman, Keselarasan, dan Kelestarian

Perlunya Ensiklopedia Pengetahuan Lokal

Seri diskusi webinar SANGGARAGAM bersama Prodi Sosiologi Atmajaya Yogyakarta yang dilaksanakan pada 11 Juni 2021 membincangkan “Kuasa Pengetahuan dan Teknologi Lokal”. Diskusi ini menghadirkan 2 narasumber, yaitu Eko Agus Prawoto, seorang arsitek dan Seniman, dan Rohmad Ahmadi, seorang praktisi dan lurah Kebonharjo, Samigaluh, Kulon Progo. Sekitar 59  peserta dari berbagai kalangan mengikuti diskusi ini, terdiri dari mahasiswa, dosen, pemerhati budaya, dan aktivis. Diskusi webinar ini juga didukung oleh jejaring Tealogy sebuah ruang  memanjakan selera untuk rendez-vous  milenisi dan kampungnesia.

Kesadaran  pentingnya mengenali potensi pengetahuan lokal menjadi strategi penting untuk dapat merancang penguatan kelembangaan desa/kelurahan. Desa memiliki sistem pengetahuan sendiri yang telah dikembangkan sesuai dengan zamannya. Pengalaman Rohmad Ahmadi saat memulai kembali hidup untuk mengembangkan desa, melakukan proses analisis sosial dan kajian partisipatoris pedesaan (PRA) untuk memotret realitas sosial budaya yang hidup di tengah masyarakat Kebonharjo terkini.

Sementara, Eko Prawoto dengan pendekatan etnografis melakukan proses pengumpulan serpihan-serpihan pengetahuan teknologi agraris dari persentuhannya dengan para penjual alat pertanian, kemudian kaitannya dengan para pembuat teknologi pertanian (empu/pandai besi) dan pemakainya.  Eko Prawoto secara jeli menangkap potensi pengetahuan lokal yang semakin diabaikan dalam dunia modern sekarang ini.

Dengan kacamata seorang akademisi, Eko  Prawoto menggali sejarah teknologi pertanian dengan melakukan pendekatan etnografis. Melihat, mengumpulkan secara fisik  peralatan pertanian dari berbagai tempat untuk dibingkai dalam sebuah narasi “musesum keseharian orang biasa“ atau Museum of the Ordinary Things”.

Pengalaman kedua narasumber memberikan gambaran tentang sesuatu perhatian yang perlu diberikan kepada proses sistematisasi pengetahuan lokal yang bersifat lisan. Jika tidak melakukan langkah-langkah yang sistematis untuk menyelamatkan pengetahuan lokal tersebut, dalam beberapa waktu ke depan momentum tersebut akan hilang, karena orang-orang yang mempunyai pengetahuan tersebut diburu oleh waktu.

Darwis Khudori, akademisi dan arsitek yang tinggal di Prancis menegaskan, bahwa kita perlu mengembangkan ensiklopedia pengetahuan lokal. Seperti yang pernah dilakukan oleh Diderot di Prancis sebelum terjadi revolusi. Darwis Khudori mencontohkan Serat Centhini sebagai sebuah produk pengetahuan ensiklopedia budaya Jawa yang sudah disusun oleh pujangga Jawa tentang berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa. Semangat untuk mengumpulkan pengetahuan ini menjadi dasar untuk proses perubahan masyarakat tentang  pengetahuan yang dimilikinya. Semangat mengembangkan ensiklopedi juga dilakukan oleh Pramudya Anata Toer yang dengan tekun mengumpulkan informasi dengan membuat kliping koran. Namun, peristiwa 1965 telah mennghancurkanleburkan arsip-arsipnya.

Hal yang kurang lebih sama juga dilakukan oleh Ahmad Ramdon di Surakarta dengan melakukan kajian tentang kampung kota. Bersama komunitas mencoba menguatkan identitas dengan mendokumentasikan  dinamika keruangan, negosiasi, dan interaksi pada komunitas kampung yang ditulis dan diterbitkan sebagai kajian sosiologi perkotaan. Selain itu juga menampilkannya dalam sebuah “festival kampung”,  sebuah ruang untuk berekspresi bagi orang-orang biasa.

Yang lokal itu sesungguhnya adalah global. Dinamika budaya global menjadikan yang lokal tidak bisa berdiri sendiri. Ia terikat dengan jejaring yang lebih luas. Teknologi internet telah melahirkan kultur digital. Di mana setiap peristiwa yang terjadi di satu belahan dunia yang satu dalam detik yang kurang lebih sama dapat menyaksikan peristiwa yang sama. Oleh karena itu, pengetahuan lokal yang dikumpulkan dan didokumentasikan perlu dibagikan melalui jejaring global melintasi desa, kampung, kota, kabupaten, negara, dan lintas negara. Semangat ensiklopedik menjadi dasar untuk melakukan perubahan mendasar peradaban.

Pada sisi lain, Indonesia sesungguhnya mewarisi semangat kebebasan, otonomi, dan solidaritas untuk mengembangkan diri sebagai New Emerging Forces (Nefo) yang digelorakan oleh Soekarno bersama dengan tokoh-tokoh Asia Afrika lainny yang tergabung dalam NonAligned Movement (NAM). Salah satu gagasan yang dikembangkan oleh gerakan masyarakat sipil  melalui Bandung Spirit adalah mengembangkan agenda Urban Development Watch (UDW). Gagasan ini menjadi simpul untuk menggerakkan kelompok akademisi, intelektual, dan aktivis dari berbagai negara seperti, Prancis, Nepal, Palestina, Burkina Faso, Italia, India, dan beberapa kota di Amerika Latin untuk melakukan kajian terhadap perkembangan kota-kota yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.

Indonesia, mulai dari Yogyakarta, Jakarta, Surakarta, dan Papua diajak untuk ikut ambil bagian dalam agenda UDW. Hasil dari pemikiran UDW terkait dengan perkembangan masyarakat urban dipotret dalam sudut pandang keragaman aspek ekonomi, budaya, agama, sosial dan politik untuk disampaikan kepada pemangku kepentingan masing-masing negara sebagai bagian dari kontrol (checks and balances) atas perubahan-perubahan penting yang memengaruhi kualitas kehidupan masyarakat perkotaan.  Gagasan ini merupakan salah satu bentuk dari aksi pengembangan semangat ensiklopedik untuk mendokumentasikan pengetahuan lokal untuk mendorong perubahan kebijakan masyarakat perkotaan yang makin bermartabat. (HR)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *