Tentang Karya Seni dan Seniman

Menyangga Keberagaman, Keselarasan, dan Kelestarian

Tentang Karya Seni dan Seniman

Menurut saya, sebuah karya seni seharusnya menjadi sesuatu yang dipisahkan dari pribadi pembuatnya. Namun, saya seringkali menjumpai hal sebaliknya. Banyak orang mengaitkan sebuah karya seni begitu erat dengan senimannya. Seperti seorang pemeran yang melakoni tokoh antagonis di sebuah sinetron yang kerap kali mendapat perlakuan kebencian dari penonton. Atau seorang komedian yang dianggap akan selalu melucu dalam setiap detik kehidupannya.

Mengambil contoh yang lebih spesifik, Ahmad Dhani misalnya, beliau adalah sosok pencipta lagu yang cukup diakui kehebatannya. Lagu-lagu yang beliau ciptakan disukai begitu banyak orang. Namun, begitu beliau mengambil pilihan yang bertentangan dengan banyak orang, lagu-lagunya berubah menjadi sekumpulan nada sumbang bagi orang-orang tersebut. Mereka menjadi enggan untuk mendengarkan, menolak dengan tegas, karena sebatas pilihan pribadi yang saya rasa tidak berdampak besar bagi begitu banyak orang.

Kalau mengambil contoh yang ekstrem, ada Harvey Weinstein, seorang produser film dari Amerika Serikat. Melalui perusahaan yang didirikannya, Harvey Weinstein berhasil memproduksi film-film mengagumkan dan menghantar begitu banyak insan perfilman menuju puncak kejayaan mereka. Dengan campur tangannya, film “The Hateful Eight”, “Inglourious Basterds”, dan “Good Will Hunting” mampu tersampaikan kepada para penontonnya dan terus dikenang hingga sekarang. Kini, Harvey Weinstein dipenjara sebagai pelaku pemerkosaan dan pelecehan seksual. Lantas, apakah film-film yang sudah disebutkan tadi berubah menjadi buruk begitu saja? Apakah penceritaannya menjadi tidak beraturan dan tidak layak lagi menjadi sebuah tontonan? Ini bukan pembelaan terhadap Harvey Weinstein.

Semua manusia pernah berbuat salah. Apa Yang dilakukan Ahmad Dhani mungkin merupakan kesalahan. Di mata hukum, yang dilakukan Harvey Weinstein merupakan sebuah pelanggaran. Namun, nilai seni dari karya keduanya tak seharusnya pudar begitu saja. Tidak seharusnya kita dengan mudah menghancurkan karya seni yang dilahirkan dengan jujur. Apalagi jika itu karya seni hasil kolaborasi seperti film, ketika semua yang terlibat mencurahkan cinta mereka yang sebesar dunia.

Marcel
Peserta Kelas Menulis “Storry Telling” – Sanggaragam
Seorang filmaker

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *