ASAP BAKARAN SAMPAH TETANGGA

Menyangga Keberagaman, Keselarasan, dan Kelestarian

ASAP BAKARAN SAMPAH TETANGGA

Rumahku sebenarnya cukup luas, kurang lebih 400 m2, bangunan rumahku ada di tengah, sedang di halaman depan dan belakang kutanami pohon-pohon perindang. Di halaman depan sebenarnya ada 4 pohon perindang: pohon Sawo Kecik, pohon Sawo Bludru, pohon Tanjung, pohon Nogosari (langka) tapi karena perkembangan rumah, sekarang tinggal pohon Sawo Bludru dan pohon Nogosari. Di halaman belakang, kutanami pohon Sawo Kecik dan pohon Jambu Air, tapi saat ini tinggal pohon Sawo Kecik. Pohon Jambu Air terpaksa kupotong karena terlalu dekat dengan gazebo dan ketika batang pohon ini membesar, maka mendesak gazebo. Saat ini, di rumahku tinggal 3 pohon besar, 2 di halaman depan dan 1 di halaman belakang. Pohon-pohon ini tentu saja menghasilkan sampah dari daun-daunnya yang berguguran. Kami buatkan lobang untuk menanam sampah daun pohon-pohon itu. Tujuannya tentu saja agar tanah di halaman rumah kami menjadi subur.

Dengan gambaran di atas, tentu saja orang-orang menganggap bahwa rumahku menjadi segar udaranya. Ya, memang dengan adanya pohon-pohon besar itu rumahku terasa adem. Saat dari bepergian aku masuk halaman rumah memang terasa maknyess, bagai tersiram air telaga. Namun, apa yang terjadi kemarin?

Jumat sore itu, aku pulang ke rumah dan kudapati halaman rumahku penuh asap dari sampah yang dibakar tetangga. Sebenarnya masalah ini sudah sering terjadi dan terjadi sudah sejak lama. Biasanya aku hanya bersabar, tapi sore ini aku kehilangan kesabaran. Kudekati tetangga itu dan kuminta dia untuk tidak membakar sampah yang asapnya memenuhi rumahku.

Asap yang memenuhi rumahku ini sebenarnya pernah kusebut dalam komunikasi WAG (WhatsApp Group) di kampungku, tapi tidak ada penyelesaian yang baik. Menurut pengamatanku, banyak orang di kampungku membakar sampah di halamannya sendiri dan asap pembakaran sampah itu menyebar ke tetangga kiri-kanannya.

Peraturan daerah sebenarnya melarang pembakaran sampah, tapi di lapangan undang-undang ini tidak bisa berjalan. Ada pelanggaran terhadap peraturan ini, tapi biasanya yang merasa terlanggar haknya diam saja menerima demi keselarasan hidup bertetangga. Yang terganggu haknya mengutamakan tepa selira, sedang yang melanggar pura-pura tidak tahu. Melihat kejadian ini, sebenarnya ada kedzaliman dari orang yang membakar sampah terhadap orang-orang yang rumahnya kena polusi pembakaran itu.

Saya yakin kejadian seperti ini sering terjadi di sekitar rumah teman-teman semua. Lantas, bagaimanakah sebaiknya masalah pembakaran sampah tetangga yang menganggu rumah kita seperti ini bisa diselesaikan dengan baik?

Priyo Salim
Desainer Perhiasan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *