WOLA’-WALI’ING JAMAN

Menyangga Keberagaman, Keselarasan, dan Kelestarian

WOLA’-WALI’ING JAMAN

“Langit kelap-kelap, bumi gonjang-ganjing…” celetuk Togog.
“Lho, lho, lho… Gog, kamu ini wayang kok menirukan dalang, nanti kualat lho!” potong Mbilung.
“Ha yoben, wayang itu kan kalau sedang di layar, kalau di luar layar kan bebasss!” jawab Togog. “Apalagi di samudra kata-kata, di cakrawala imajinasi….”
“Wooo, makanya suasana sepi senyap begini kau sebut kelap-kelap gonjang-ganjing…” potong Mbilung.
“Yang kelap-kelap itu alam pikiranku, yang gonjang-ganjing jantung hatiku.”
“Byuh, byuh,… bersajak berpuisi naik becak belok kiri… Terus piye?” sahut Mbilung.
“Mangsudku gara-gara kopit-sembilan belas, langit kelap-kelap, bumi gonjang-ganjing, orang megap-megap, kantong-kantong kering…” lanjut Togog.
“Tidak semua!” sahut Mbilung. “Tahu nggak, ada hujan duit di Tuban! Sampai-sampai orang sedesa mborong mobil anyar kinclong-kinclong dari berbagai merek!”
“Tahu banget, di Kuningan juga. Orang sedesa mborong sepeda montor!” jawab Togog.
“Ha, ha… ini namanya tanda-tanda jaman!”
“Jaman apa?”
“Jaman Turangga”.
“Mangsudnya apa?”
“Jaman gandrung kendaraan! Begitu punya duit lebih, yang dibeli langsung kendaraan!”
“Lha itu kan sesuai dengan ajaran hidup orang Jawa. Satria Sempurna itu harus punya Wisma, Wanita, Turangga, Kukila dan Curiga”.
“Itu sih ajaran priyayi Jawa, bukan ajaran luhur manusia Jawa. Itu kan ajaran kaum patriarki yang melestarikan dominasi laki-laki. Wanita disamakan dengan obyek kebanggaan yang wajib dimiliki kaum laki-laki borjuis Kurawa seperti halnya rumah, kendaraan, klangenan dan senjata… Jadi, bolak-balik, secara tidak sadar kita ini masih terpenjara oleh alam pikiran priyayi borjuis Kurawa yang obsesinya mengejar prestise, kebanggaan, puja-puji golongan sendiri…”
”Lho, lho, Lung, sejak kapan kamu punya pikiran peminis ekologis repolusioner?”
“… bolak-balik kita ini hidup dari menguras bahan-bahan mentah dan berjualan pusaka leluhur, apakah itu minyak, nikel, tembaga, emas, tanah warisan turun temurun, hutan seisinya… bukan hasil kerja kreatip, teknologi, industri, olah budi,… lalu kalau punya duit lebih sedikit beli Turangga besi yang minumannya bensin dan kentutnya meraung-raung berasap hitam mengotori udara mengubah cuaca,… Sementara itu, di negara-negara maju orang-orang mulai mengurangi jumlah Turangga, apalagi Turangga bermesin, dan beralih ke Turangga listrik atawa Turangga genjot gowes-gowesss… murah, meriah, sehat, ekonomis, ekologis….”
“Ha, ha,… ini namanya wola’-wali’ing jaman…”

Darwis Khudori

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *