Herman Syahara
Hal-hal yang mengesankan, menarik, mungkin juga lucu, atau bahkan melah mengganggu, bagi Herman, agaknya sebagai momentum puitik, sehingga segera ditangkap dan ia menulis puisi. Dari pengalaman itu ia selalu ingat sesuatu, sehingga ketika ia menempuh, yang dia sebut sebagai Jalan Kopi, bukan saja dia menempuh ‘antara jarak barista dan bibir’, tetapi ingatannya melayang soal alam: kabut dan gunung. Soal cinta, dan akhirnya ia berhenti di Aceh, dalam konteks puisi ini di Gayo. Dari sini, dia mencadi pecandu kopi.
Selain itu, Herman juga menangkap persoalan sosial, namun menggangu, setidaknya seperti dia melihat arwah. Perilaku tidak baik dan mencelakai orang lain, agaknya menjadi ‘gugatan’nya. Herman, agaknya terganggu dengan perilaku orang seperti itu, yang dia sebut sebagai begal. Dalam kata lain, Herman tidak nyaman terhadap perbuatan yang membuat orang lain menjadi korban. Lebih celaka lagi, perbuatannya dibuat satu skenario, dalam bahasa puisinya disebut ‘menata kisah’ agar seolah apa yang dilakukannya syah.
Puisi Herman Syahra