WORKSHOP MENULIS CERPEN BERBASIS MITOS
Pokja “Gubuk Putih” bekerja sama dengan Kalurahan Panggungharjo dan “Sanggaragam” menyelenggarakan workshop “Menulis Cerpen Berbasis Mitos” dengan fasilitator Ikun Sri Kuncoro, seorang doktor yang memiliki kompetensi di bidang penulisan, khususnya penulisan cerpen. Workshop dilaksanakan secara offline 2 minggu sekali, setiap Sabtu pukul 13.00 – 15.30 WIB, berlangsung 6 kali tatap muka, dengan protokol kesehatan.
Bertempat di Ruang Kuliah Kantor Kalurahan Panggungharjo, Sewon, Bantul yang lega dan ber-AC, workshop yang diikuti oleh peserta aktif 10 orang dan peserta pasif (pendengar) 2 orang ini terselengara atas subsidi dari From the Bridge, sebuah yayasan sosial milik keluarga di Washington, DC, AS. Pertemuan pertama dimulai pada Sabtu tanggal 2 Oktober 2021, dibuka oleh Ibu “Kepala Workshop” Endah Raharjo, Penasihat Sanggaragam – Yayasan Pondok Rakyat.
Mengapa workshop menulis cerpen ini spesifik cerpen berbasis mitos”? Apa itu cerpen, apa itu mitos?
Secara umum, cerpen merupakan sebentuk cerita dalam gaya prosa tanpa tipologi penulisan khusus, dengan panjang tulisan yang terbaca selesai dalam 10-20 menit, yaitu sekitar 2000-3000 kata. Sedang mitos dipahami sebagai satu cerita tentang sesuatu hal yang terkadang tidak masuk akal. Pemahaman tentang mitos ini seringkali dikaburkan dengan legenda atau sering dikenal lebih sebagai crita tentang asal-usul sesuatu.
Sebuah pernyataan dapat bernilai mitos karena ia menyampaikan satu keyakinan atau sebuah nilai tertentu. Dapat dikatakan bahwa mitos adalah sebuah atau satu keyakinan yang disampaikan kepada publik. Mitos boleh jadi sebuah kebenaran bagi satu kelompok, bisa jadi sebuah kebohongan bagi kelompok lain. Dengan batasan pemahaman atas mitos yang seperti ini, dapat dikatakan, bahwa hari ini kita hidup dalam kepungan mitos.
Dalam workshop ini, mitos diusulkan untuk dipahami sebagai sebuah cerita tanpa dibatasi panjang-pendeknya cerita. Dengan demikian, mitos bisa saja berupa sebuah karya panjang sebagaimana novel, bisa jadi sebuah pernyataan yang bukan sebuah kalimat, melainkan hanya frase atau kumpulan kata. Contoh mitos yang hanya kumpulan kata: “Merdeka atau Mati”, “Merdeka atau Makan”, “Hemat Pangkal Kaya”.
Lalu, untuk apa repot-repot bergaya “menulis cerpen berbasis mitos” jika semua kata, frasa, dan kalimat yang dinyatakan untuk disampaikan kepada publik, baik secara tertulis, lisan, maupun tindakan adalah mitos belaka? Toh cerpen yang akan ditulis pada akhirnya menjadi tidak lebih dari mitos juga?
Yang musti digarisbawahi, workshop ini dengan sadar menempatkan diri di antara mitos, sehingga cerpen yang ditulis haruslah merupakan sebuah tanggapan terhadap mitos yang sudah ada sebelumnya di masyarakat.
Kesadaran terhadap mitos ini menjadi sangat penting, sebab mitos memiliki bahayanya sendiri, yakni dia berpotensi menyebarkan kebohongan yang potensial menjadi penipuan massal. Kesadaran ini bukan berarti lantas terlepas dari bahaya menyebarkan kebohongan itu, dan atau menciptakan penipuan massal. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan di pihak mana masing-masing peserta workshop mengambil posisi dalam mitos yang hendak dituliskan.
Nah, workshop “Menulis Cerpen Berbasis Mitos” ini diawali dengan belajar menandai kebohongan di dalam mitos, sehingga setiap peserta mampu menceritakan dan menjelaskan kembali kepada publik atas mitos yang menjadi tema dasar cerpen yang hendak ditulis. Yang menarik, setiap peserta wajib menghasilkan karya minimal sebuah cerpen, dan cerpen-cerpen karya peserta bakal dimuat di sanggaragam.org secara berkala. Bravo!
Rinawidya