Bagi-Bagi Ini Itu Jelang Pemilu

Menyangga Keberagaman, Keselarasan, dan Kelestarian

Bagi-Bagi Ini Itu Jelang Pemilu

Sudah sejak dari minggu lalu, ada banyak selebaran dan undangan sosialisasi dari para caleg yang mewakili parpol. Ada selebaran yang berupa selembar kertas tipis berwarna dengan foto profil si caleg plus lambang parpolnya doang, ada selebaran dengan kertas warna tebal serupa ulem-ulem manten dengan foto profil plus visi-misi dan janji-janji politiknya sampai 4 halaman. Beberapa caleg menyampaikan undangan pertemuan untuk sosialisasi.

Minggu lalu, sebuah undangan pertemuan sosialisasi seorang caleg disampaikan lewat Pak RT dan diselenggarakan di balai RW kampungku. Aku absen, tapi ibuku hadir. Pulang dari pertemuan ibuku bawa kalender berlambang parpol si caleg yang mengundangnya. Ketika kutanya, apa saja yang disosialisaikan pak caleg, ibuku tidak bisa menjelaskan. “Tadi ngantuk,” katanya. Memang pertemuan itu berlangsung dari habis Isyak sampai lebih dari pukul 21.00. Tapi ibuku cerita, penganan yang disuguhkan lumayan oke. “Sosis solonya enak,” kata ibu.

Kemarin sore, kami dapat undangan sosialisasi dari seorang caleg yang lain lagi. Aku absen lagi, dan seperti sudah jadi kewajiban, ibuku yang berangkat ke pertemuan itu mewakili kami bertiga: ibu, aku, dan adikku. Berbeda dari sosialisasi minggu lalu, pulang-pulang ibuku bawa suvenir kerudung segi empat kembang-kemabng berlatar biru.

“Wah, nayamul!”, kataku
“Ini cuma jilbab, RT sebelah dikasih gamis seragam se-RT,” sahut Ibuku seperti mengecilkan jilbab pemberian si caleg itu. “Tapi katanya kita nanti mau dapat tambahan bahan batik,” ibuku tertawa.

Wah-waahh!

Hari ini, pak RT kasih ulem-ulem lagi. Isinya bukan undangan pertemuan melainkan undangan makan-makan di sebuah restoran terkenal. Restoran lawas yang harga menu-menunya tidak murah.

“Ibuk mau berangkat?”, tanya adikku.
“Kalau disediakan mobil terus berangkat bareng-bareng ya mau. Kalau endak ya endak. Tapi kata Pak RT sudah disediakan mobilnya, kok. Jadi ya berangkat.” Ibuku tertawa.

“Lha yang kasih-kasih ini-itu banyak, trus nanti nyoblos siapa, Buk?” tanyaku.
“Ya embuh ya. Ndak kenal soalnya. Lha wong ada yang bukan orang sini juga….”

Adikku dan aku tertawa.

Dianing
(Warga kampung)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *