HARI GINI ANAK MUDA NGARIT?

Menyangga Keberagaman, Keselarasan, dan Kelestarian

HARI GINI ANAK MUDA NGARIT?

 

Ngarit terdengar asing dan aneh bagi anak muda sekarang. Setelah diperbudak gawai, apa ya masih mau ngarit di sawah? Jelas, bagi anak muda, ngarit bukan pekerjaan gampang meskipun kelihatannya cuma cari rumput. Dan tidak hanya berhenti sekedar cari rumput saja, karena rangkaian dari pekerjaan ngarit berikutnya harus kasih makan kambing sesampainya di rumah. Apalagi, sering harga diri dipertaruhkan gara-gara ngarit.

Ngarit jelas bukan pekerjaan gampang. Adalah dua anak muda, Wahyudi dan Yusuf, yang masih sekolah di bangku SMA, setiap sore, dengan bekal arit mencari rumput dengan penuh semangat. Keringat yang membasahi wajahnya terbayarkan saat tumpukan rumput hasil mereka ngarit tampak menggunung. Bekerja keras setiap sore dilakukan demi tanggung jawab terhadap piaraan kambingnya yang jumlahnya tidak seberapa.

Sebagai pendamping desa, saya sangat terkesan dengan kedua anak muda yg penuh tanggung jawab itu. Saya pun mencoba ngobrol ingin tahu lebih lanjut tentang mereka berdua. Mendengar kisahnya, saya langsung kagum melihat perjuangan mereka. Kadang, mereka cari rumput hingga di Kecamatan Polanharjo, Klaten.

“Susah cari rumput, Pak”, kata Wahyudi yang berkaos merah. “Kalo di lahan sini sudah sedikit rumputnya, saya harus cari ke tempat lain yang kadang jauh dari rumah”, katanya.

Wahyudi kira-kira berumur 16 tahun, masih duduk di bangku SMA. Karena dijerat kemiskinan, dia terpaksa bekerja mengumpulkan beling dan nanti disetorkan ke pabrik. Lumayan, sehari dia bisa dapat 50 ribu rupiah. Uang yang dia peroleh bisa untuk bantu orang tuanya dan biaya sekolahnya. Dia pun bercerita bahwa dia mulai pelihara kambing baru setengah tahun yang lalu. Dia dibelikan 2 ekor kambing oleh kakak perempuannya.

“Kamu nggak malu pelihara kambing?”, tanya saya kepadanya.

“Wah, ya tidak, Pak! Untuk apa saya harus malu?”, jawab Wahyudi dengan penuh keyakinan.

Yang seorang lagi bernama Jusuf. Dia juga masih duduk di bangku SMA. Saat ini dia pelihara 5 ekor kambing. Sebelum pandemi covid-19, dia sempat memelihara 20 ekor kambing. Demi kelangsungan hidup, kambingnya terpaksa dia jual. Ayahnya yang bekerja mencari rongsok dari rumah ke rumah terpaksa menganggur. Dulu, ayahnya dilarang oleh warga desa saat masuk dari kampung ke kampung untuk mencari rongsok. Ayahnya tertuduh dapat menularkan covid.

Kedua anak muda ini bisa menjadi contoh hidup yang baik. Meski masih muda, mau mencari rumput demi kambing dan keluarga mereka. Anak-anak semacam ini layak dibantu oleh dana desa. Punya tanggung jawab untuk kerja keras. Sayang sekali, pemerintah desa tidak mampu melihat potensi kedua anak muda itu.

Saya pun coba menawari kerja sama kepada mereka.

“Jusuf dan Wahyudi, mau nggak kerja sama dengan saya? Nanti jika saya ada rejeki, saya belikan 2 ekor kambing, jantan dan betina. Kamu pelihara biar berkembang banyak,” tawar saya.

“Mau pak,” jawab mereka serempak.

“Yang penting bagi saya, kalian harus bertanggung jawab dan jujur. Kapan-kapan, saya cari rumahmu ya…”

Betapa menyedihkannya dana desa tidak jatuh ke tangan mereka berdua. “Andaikan saya punya uang, pasti saya bantu kalian,” kata saya dalam hati.

 

Thomas Sutana

Pandamping desa, tinggal di Delanggu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *