Tentang Kami
Yayasan Pondok Rakyat merupakan sebuah lembaga nirlaba yang didirikan pada tahun 1985 oleh Romo Mangunwijaya (sastrawan, budayawan, arsitek, dan pastor), Darwis Khudori (arsitek, sastrawan, sejarawan, dan budayawan), dan I Ketut Winarta (arsitek). Pada awalnya YPR bergerak di bidang perancangan arsitektur seperti Pertapaan Biarawati Bunda Pemersatu di Gedono, Salatiga (yang mendapat Penghargaan Ikatan Arsitek Indonesia pada tahun 1991) dan Universitas Surabaya (Ubaya). Belakangan YPR lebih memusatkan kegiatannya di bidang sosial dan kebudayaan.
Sebelum YPR didirikan secara resmi, para pegiat YPR sudah aktif mengembangkan kegiatan kebudayaan dengan membentuk Kine Klub yang diprakarsai oleh Nana Cahyana Mardio (arsitek) bersama dengan mahasiswa arsitektur seperti Wiryono Rahardjo, Tunjung Wulan, Ami, Sambarukmi, Didik, dan menerbitkan tabloid GALERI bersama beberapa seniman muda seperti Hendro Wiyanto dan Butet Kertarajasa.
Mulai awal tahun 80-an, para pegiat YPR berkiprah sosial dengan mendampingi penduduk pinggir Kali Code di bawah pimpinan Romo Mangunwijaya melalui penataan permukiman dan berbagai kegiatan sosial seperti diskusi berkala, pengembangan kelompok perempuan, koperasi simpan pinjam, pendampingan anak-anak jalanan, dan kegiatan penguatan spiritualitas.
Dalam suasana politik represif di bawah rezim Orde Baru, YPR pernah menjadi ajang kiprah sosial dan pertukaran pemikiran anak-anak muda dari berbagai penjuru Indonesia yang digerakkan oleh beberapa mahasiswa di Yogyakarta seperti Tulus Setyo Budhi, Rustam FH Mandayun, Damaria Pakpahan, Rizal Malarangeng, Bonar Tigor Naipospos (Coki), Wismanto, Didid Adidananta, Evi, Ifdal Kasim, Johanna, Ina, Merak, Tantri, Kushardini, Wahyaningsih, Dwi dan lain-lain.
Berkat kiprah Romo Mangun dan kawan-kawan di Kampung Code sejak tahun 1980, permukiman sepanjang bantaran sungai Code terselamatkan dari penggusuran. Setelah Romo Mangun meninggalkan Kampung Code pada tahun 1986, ancaman penggusuran oleh pemerintah muncul lagi. Dalam rangka membela Kampung Code, para pegiat YPR pernah membentuk KPMPPL (Kelompok Peminat Masalah Permukiman, Perkotaan dan Lingkungan) dan menyelenggarakan pameran Habitat pada tahun 1988 dengan tema “Kampung-kampung Yogya di antara Kampung-kampung Dunia” disertai serangkaian diskusi dengan pembicara dari kalangan akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat termasuk Umar Kayam, Nasikun, Kuntowidjoyo, Hans Dieter Evers, Bakti Setiawan, Nana Cahyana Mardio, Parwoto, Harsoyo, Tulus Setyo Budhi, Eko Agus Prawoto, Darwis Khudori dan lain-lain, dengan dukungan dari tokoh-tokoh politik dan akademik papan atas Yogyakarta termasuk Sri Sultan HB X, Walikota Yogyakarta (Sudjatmikanto), Romo Mangunwijaya dan Rektor UGM (Koesnadi Hardjosoemantri). Berkat kegiatan ini, untuk kedua kalinya Kampung Code terselamatkan dari penggusuran. Lebih dari itu, rancangan arsitektural penataan permukiman informal di Kampung Code mendapatkan anugerah Agha Khan Award for Architecture in the Muslim World pada tahun 1992.
Pada tahun 1994, YPR memprakarsai kegiatan Riset Aksi Pembangunan Perkotaan (Action Research Group on Urban Development) melalui dialog antar pemangku kepentingan pembangunan. Kegiatan ini selanjutnya dikembangkan mulai 1999 oleh generasi YPR yang lebih muda seperti Endah Raharjo, Rina Widyawati, Kusen Alipah Hadi, Yoshi Fajar Kresno Murti, Yosafat Hermawan Trinugraha, Ani Himawati, Feri Iskandar, Cucuk, Yusuf, Zamzam Fauzannafi, Gunawan Maryanto (Cindhil), Sugiyarto (Black), Ninol, Muklas Aji Setiawan, Maria Tri Suhartini, Budi Setiawan, Pantarina Sulisyanti, Sani Widowati, Hersumpana, Dessy, Enok, Invani Lela Herliana, Maria Adriani dan lain-lain melalui pendampingan masyarakat di kampung-kampung terpinggirkan di Yogyakarta dan penerbitan berkala Warta Kampung, Exploring-Yogya, dan Jurnal Kampung. Sejak 2014, YPR bersama Tulus Setyo Budhi, Bambang Kusumo Prihandono dan kawan-kawan mengembangkan wacana arsitektur sosial.
Pada tahun 2005, YPR bersama dengan Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu-ilmu Budaya UGM menjadi penyelenggara konferensi peringatan HUT ke 50 Konferensi Asia-Afrika atau Konferensi Bandung (Bandung Conference). KAA Bandung melahirkan Semangat Bandung (Bandung Spirit) yang merupakan saripati dari Dasasila Bandung atau 10 Prinsip Koeksistensi Damai. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan 50 Tahun KAA yang diselenggarakan oleh kalangan akademisi dan gerakan sosial internasional di berbagai negara di luar kegiatan peringatan yang diselenggarakan oleh negara-negara Asia dan Afrika. Sejak peringatan itu, Bandung Spirit berkembang menjadi jaringan gerakan masyarakat sipil internasional yang dimotori oleh kalangan akademisi dan aktivis gerakan sosial. YPR menjadi bagian dari jaringan ini.
Tantangan pembangunan masyarakat terkini membutuhkan ruang-ruang inklusif secara sosial, politik, ekonomi, budaya, dan agama. Sebagai jawaban, Yayasan Pondok Rakyat mengembangkan ruang pembelajaran melalui website SANGGARAGAM. Dalam kegiatan ini, nilai-nilai yang diutamakan, disangga, dirawat, dipertahankan dan dikembangkan adalah keberagaman, keselarasan dan kelestarian dalam cinta dan damai bagi masyarakat dan lingkungan.
Dewan Redaksi
Sanggaragam dikembangkan secara gotong-royong berdasarkan kerelawanan dengan sumbangan pemikiran para akademisi dari berbagai disiplin keilmuan, aktivis, dan praktisi sebagai berikut:
Redaksi Pelaksana:
Penanggungjawab
Yayasan Pondok Rakyat
Kontak
Email:
redaksi@sanggaragam.org