AI HEP E DRIIIM…
“Ai hep e driiim… det wan dei on de red hil op Joorja, de san op pormer slip en de san op pormer slip oner wil bi ebel tu sit don tugeder et de tebel op braderhuuud…” ucap Mbilung dengan suara tinggi melengking-lengking tapi terputus-putus karena kesulitan mengucapkan lafal-lafal bahasa asing.
“Eee… eee…!” potong Togog, “Kamu kok bengak-bengok kayak orang kesurupan itu ngapain?”
“Lhah ini kan hiburan sekaligus belajar di jaman pandemi!” jawab Mbilung.
“Memangnya ada hubungannya?” sergah Togog.
“Ya ada banget!” jawab Mbilung tangkas. “Kita kan dianjurkan tinggal di rumah saja. Jadi ini kesempatan untuk baca-baca dan latihan pidato sambil memperluas cakrawala. Biarpun raga terkurung, tapi jiwa terbang melanglang buana di luar dinding-dinding rumah, di luar pagar-pagar desa, di luar batas-batas negara, bahkan di luar cakrawala budaya dan bahasa…”
“Memangnya kamu sedang baca apa?” potong Togog.
“Ai hep e driiim… Ai hep e driiim… !” teriak Mbilung setengah menjerit mengulangi awal pidatonya, “Ini kan pidato yang sangat terkenal dari Pendeta Martin Luther King, Gooog, pidato yang dianggap paling indah dalam retorika kesusastraan Inggris…”
“Oooo, mangsudmu Ai hev e driiim…!” simpul Togog. “Ketahuan kalo kamu tak pernah ngaji waktu kecil, ha, ha,…!”
“Apa hubungannya pidato Martin Luther King dengan ngaji?!” sergah Mbilung.
“Lhah kalau ngaji kan belajar membaca huruf-huruf Arab, alif, ba’, ta’, tha’, jim, ha’, kho’… dan seterusnya sampai fa’, lamalif, hamza, ya’!” jelas Togog dengan fasihnya.
“Lhah salahku di mana?” debat Mbilung.
“Lhah kamu kan tak bisa mengucapkan fa’ dan tha’… Mestinya Ai hev e drim, kamu bilang Ai hep e drim…. Mestinya thet kamu bilang det…. Mestinya sleiv kamu ucapkan slip… Mestinya former kamu bilang pormer… Mestinya tugether kamu bilang tugeder…. Mestinya bratherhud kamu ucapkan braderhud… dan seterusnya dan sebagainya!”
“Toblas… toblaaas…! Kamu kok sok menggurui!” sahut Mbilung, “Memangnya kamu bisa berbahasa Arab?”
“Ini bukan soal bahasa, Luuung, ini soal lafal, laaaafal!” jawab Togog sabar. “Lafal-lafal bahasa Arab itu ada kesamaannya dengan lafal-lafal bahasa Inggris. Jadi, kalau kamu belajar ngaji waktu kecil, tidak ada kesulitan mengucapkan lafal-lafal bahasa Inggris.”
“Lhah aku kan bukan Muslim, mosok disuruh ngaji!” protes Mbilung. “Memangnya kamu belajar ngaji waktu kecil?!”
“Ha… ha… aku juga bukan Muslim, Lung, seperti kamu, kita kan cuma wayang, mosok wayang beragama! Aku juga tak pernah belajar ngaji” jawab Togog.
“Lhah kok bisa alip ba’ ta’?” tanya Mbilung heran.
“He… he… he… dalangnya maunya begitu,” jawab Togog terkekeh.
“Ha… ha… ha… dasar wayang beruntung!” simpul Mbilung.
Darwis Khudori
Paris, 18/07/2021