Bahu Dhanyang Rumah Tradisional Jawa Kotagede yang Khas
Pendahuluan
Tulisan ini dimaksudkan untuk memperkenalkan bahwa bahu dhanyang pada rumah tradisional Jawa di Kotagede, tidak dijumpai pada rumah-rumah di tempat lain. Pada tahun 2024 ini, Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta akan mendaftarkannya sebagai bentuk warisan budaya tak-benda tingkat regional Kota Yogyakarta. Saya kebetulan ditunjuk sebagai narasumber oleh rekanan pihak ketiga yang bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. Untuk itu, pada bulan Juli 2025, telah dilakukan wawancara dengan narasumber serta pengambilan gambar foto dan video aneka khazanah bahu dhanyang yang terdapat di Kotagede Yogyakarta.
Kotagede yang tumbuh dan berkembang dengan tradisi dan pola hubungan sosial yang khas memiliki sejumlah karakteristik arsitektural yang berhubungan dengan kekhasan sosial budaya tersebut. Secara umum, langgam rumah tradisional Jawa yang berkembang di Kotagede sama di tempat lainnya, bahkan di kompleks bangunan kawasan Kraton Kasultanan Yogyakarta. Pada bangunan Kraton Kasultanan Yogyakarta berupa konsul besi dengan hiasan ornamen yang menggunakan elemen plat baja. Konsul besi sebagai penumpu cukit atap tritis pada bangunan yang dimiliki oleh Kraton Kasultanan Yogyakarta.
Bahu Dhanyang Kotagede
Sedangkan bahu dhanyang di Kotagede ini memiliki kekhasan tersendiri yang tidak dimiliki di tempat lainnya, yaitu bahu dhanyang yang muncul pada emper rumah beratap landai, merupakan kemenerusan dari atap bangunan joglo dan merupakan bangunan utama yang memiliki kemiringan atap agak sedikit tegak dimana membentuk struktur brunjung.
Bahu dhanyang senantiasa muncul pada bangunan emper yang memiliki arah hadap ke selatan.
Pada bangunan emper, terdapat batang usuk yang berhenti pada blandar, pada ujung tritis menggunakan usuk tambahan, salah satu sisinya menumpang pada blandar, sedangkan sisi lainnya memerlukan balok penumpu. Balok penumpu ini disangga oleh konsul yang disebut bahu dhanyang, yang berperan struktural untuk menjaga kedudukan ujung usuk. Secara teknis, membuat bahu dhanyang sangat kompleks. Paling tidak diperlukan tiga batang kayu untuk mengkonstruksikannya, yang berupa batang horisontal yang menempel ke dinding atau kolam kayu, batang vertikal yang terletak di ujung, dan balok penghubung yang menempel pada blandar yang menjadi tumpuan usuk.
Adapun secara estetis, bahu dhanyang sering dijumpai sebagai bagian yang paling sarat dengan ornamen. Ragam hias flora dengan bentuk daun bergerigi dan bunga, paling sering dipahatkan pada komponen ini. Bagian batang horisontal dan vertikal memiliki ukiran yang menghadap ke samping. Sementara, balok penghubung dengan tepian berprofil rumit berbangun trapesium menghadap ke depan. Dari semua arah tamu yang datang ke rumah, akan memperoleh sajian visual yang ditampilkan secara bersungguh-sungguh dengan kecermatan pengerjaan.
Bahu dhanyang adalah elemen bangunan yang mirip konsul atau konstruksi yang menyangga tritisan kemenerusan bangunan emper.
Identifikasi Citra
Bahu dhanyang berperan sebagai identitas citra dan merupakan suatu ciri khas yang menonjol atau dikenal secara luas, karena hampir semua rumah tradisional Jawa yang berada di pedalaman kampung halaman Kotagede menggunakan tampilan bangunan pada empernya menggunakan ornamen ragam hias bahu dhanyang. Oleh karena itu, jika seseorang menceritakan tentang arsitektur tradisional Jawa di Kotagede, maka secara sadar atau tidak, sesungguhnya ia sedang berbicara tentang rumah-rumah tradisional yang memiliki bangunan emper dengan ciri khas munculnya bahu dhanyang yang memiliki ornamen ragam hias ukiran kayu yang detailnya rumit.
Bahu dhanyang berperan sebagai upaya mengungkapkan citra bangunan rumah tradisional Jawa di Kotagede. Citra adalah kualitas, keunikan, keindahan, keunggulan, dan kelangkaan suatu objek, sehingga suatu subjek (masyarakat) mengasosiasikannya kepada ciri-ciri tertentu yang menonjol, serta relatif dikenal masyarakat secara luas.
Erwito Wibowo