Peta Penyebaran Yangko di Kotagede dan Sekitarnya

Menyangga Keberagaman, Keselarasan, dan Kelestarian

Peta Penyebaran Yangko di Kotagede dan Sekitarnya

Yangko adalah makanan khas Kotagede yang sampai kini sudah diproduksi di banyak tempat, tidak hanya dapat ditemukan di Kotagede saja, tetapi dengan mudahnya bisa dijumpai di beberapa desa di Bantul, seperti: Balong, Kepuh, Dladan, Singosaren, Wirokerten. Sesungguhnya, asal usul yangko Kotagede berdasarkan penuturan Atmowono, kelahiran tahun 1912, berasal dari kampung Sayangan, Kotagede SKA.

Kampung Sayangan, kampung tempat tinggal Atmowono, terletak di sebelah barat pasar Kotagede. Berdasarkan penuturan Atmowono, kampung Sayangan merupakan tempat pertama kali yangko dibuat oleh sebuah keluarga. Keluarga tersebut bernama Kromopiyogo. Tuturan ini dibenarkan oleh Suprapto, anak Atmowono.

Di kampung Sayangan, Kromopiyogo pertama kali membuat yangko sekitar tahun 1930-an. Sering menerima pesanan dari kerabat kraton Kasultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman Yogyakarta. Kemudian, seiring waktu akan kebutuhan permintaan yang semakin meningkat, makanan ringan yangko dikembangkan oleh orang-orang yang pernah bekerja di rumah Kromopiyogo di kampung Sayangan.

Beberapa keluarga lantas mengembangkan di kampung Tempel yang terletak di selatan pasar Kotagede, dan menjadi centra baru pengolah makanan ringan khas Kotagede yang disebut yangko. Dua keluarga di kampung Tempel Kotagede yaitu Hardjosukarto dan Kertojumeno.

Area selatan pasar Kotagede yang ditinggali dua keluarga memiliki beberapa anak yang mengembangkan yangko itu membentuk toponim kawasan yang disebut Tempel.

Di Tempel, dari trah Hardjosukarto memiliki 4 orang anak, yakni : (1) Dartosuhardjo, (2) Sakinah Darsono Hardjono, (3) Suhardjono, (4) Suprapto. Hardjosukarto selain membuat yangko juga mengembangkan makanan khas Kotagede lainnya, seperti: wajik kletik, sagon, gandos, semua menggunakan cetakan loyang berbentuk lingkaran bulat. Begitu terkenalnya gandos buatan Hardjosukarto, oleh masyarakat Kotagede, Hardjosukarto sering disebut Arjo Gandos.

Kedua anak Hardjosukarto, yang nomer satu Dartosuhardjo dan yang nomer dua Sakinah Darsono Hardjono, meneruskan usaha orang tuanya di kawasan Tempel dengan merk dagang “Ngudiroso”. Pada 1987, Ngudiroso memperoleh penghargaan dari rumah tangga kepresidenan melalui sekretariat negara, karena seringnya yangko Ngudiroso untuk jamuan kenegaraan di istana negara semasa pemerintahan Presiden Soeharto.

Sementara itu, anak Hardjosukarto nomer tiga yang bernama Suhardjono mengembangkan yangko di kampung Klitren Kotagede. Dan beberapa orang yang pernah bekerja padanya, setelah mengusai pengetahuan bahan-bahan, tata cara pembuatan, akhirnya keluar kerja dan mengembangkan yangko di rumah sendiri. Jadilah kampung Klitren menjadi centra yangko baru. Beberapa orang tersebutAbdul Rochim dan Rusdiono dengan merk yangko “Mira”. Siti Zubaidah yang berasal dari kampung Klitren karena mengikuti suami, mengembangkan yangko di kampung Nitikan Yogyakarta.

Sedangkan anak nomer empat Hardjosukarto yang bernama Suprapto mengembangkan yangko di kampung Giwangan, di jl Pramuka, sehingga kawasan tersebut menjadi centra baru pengolah yangko Kotagede. Lantas anaknya, Suprapto, mengembangkan yangko di kampung Gambiran sembari mengembangkan bakpia. Anak anak Dartosuhardjo dari kampung Tempel: mbak Ketut mengembangkan di kampung Bodon, mbak Kentarti mengembangkan yangko di kampung Patalan Kotagede dengan merk yangko “KT”.

Keluarga Tempel lainnya yang berasal dari Trah Kertojumeno juga mengalami berluasan perkembangan ke kawasan lain, yang kemudian diteruskan oleh cucu-cucu dan cucu menantu dari anaknya yang bernama Hardjodrono, yakni: Jito mengembangkan di kampung Citran, Suhartinah Suwadi di kampung Ponggalan dengan merk yangko “Padi”, Yulis mencoba mengembangkan di kampung Krapyak dengan merk yangko “Lumpang”.

Anak kedua Kertojumeno yang memiliki nama Wignyo Suprapto membuka usaha pengembangan di kampung Pandean Kotagede dengan merk yangko “Mataram”. Selain membuat yangko, Wignyo Suprapto melakukan penganekaragaman produk, seperti: banjar, ukel, koyah, rengginan manis, lombokan manis, kembang jambu.

Kerabat famili Wignyo Suprapto bernama Dakiwan yang semula membantu usaha Wignyo, setelah menikah dan menempati rumah baru lantas mengembangkan yangko di kampung Singosaren, Banguntapan, dengan merk yangko “STW”. Beberapa orang yang pernah bekerja di yangko “STW” milik Dakiwan, setelah mengetahui ilmunya terus mengembangkan sendiri. Jadilah kampung Singosaren menjadi centra yangko baru. Sedangkan, famili Dakiwan yang bernama Sisri mengembangkan yangko di kampung Sorosutan Yogyakarta.

Anak Kertojumeno nomer tiga yang bernama Notosudarmo meneruskan usaha di kampung Tempel, selatan pasar Kotagede, dan yang sekarang diteruskan oleh cucunya dengan nama usaha “Kertojoyo”
Ada juga keluarga keturunan Notosudarmo yang mengembangkan yangko di kampung Payak, Bantul. Dan juga di Surabaya, Jawa Timur.

Erwito Wibowo
Ketua BPKCB Kotagede

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *