Tiga Penyair Yogya di Bulan Purnama

Menyangga Keberagaman, Keselarasan, dan Kelestarian

Tiga Penyair Yogya di Bulan Purnama

Sastra Bulan Purnama edisi ke-150 yang digelar pada Jumat, 22 Maret 2024, masih dalam suasana puasa, sehingga sekaligus acara ini bisa untuk ngabuburit. Tiga penyair Yogya: Fauzi Absal, Marjuddin, dan Yuliani akan meluncurkan buku puisi berjudul “Jalan yang Dipilih”. Acara diselenggarakan di Museum Sandi, Jl. Faridan M. Noto No. 21, Kotabaru, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55224 (di utara Raminten dan Balai Bahasa Yogyakarta, atau sebelah barat SMA Stella Duce 1, Kotabaru, atau juga sebelah selatan ban-ban Gondolayu).

Selain ketiga penyair disebut di atas, pembaca puisi yang akan tampil: Arif Nurcahya, Eko Winardi, Esti Susilarti, Sri Kuncoro, Sonia Prabowo, Sri Surya Widati, dan Tari Sudiharto. Bincang Buku, untuk memberi perspektif puisi karya tiga penyair akan disampaikan Simon HT, seorang pemikir kebudayaan. Selain itu, Joshua Igho dan Yupi akan menggubah puisi menjadi lagu.

Ons Untoro, Koordinator Sastra Bulan Purnama menyebutkan, ketiga penyair ini sengaja disatukan dalam satu buku, setidaknya untuk memberi ruang pada penyair yang rajin menulis puisi, meskipun rubrik puisi semakin sepi.

“SBP merasa perlu menghadirkan media cetak dalam bentuk buku sebagai ganti rubrik puisi”, ujar Ons Untoro.

Dua penyair, Fauzi dan Marjuddin, sudah lebih dari 40 tahun menulis puisi, dan hanya puisi. Keduanya tidak menulis cerpen atau artikel maupun esai. Sejak muda, usia 20-an tahun keduanya sudah “belajar” menjadi penyair, dan “niat” untuk menjadi penyair tidak pernah kendor. Meskipun sekarang, bahkan hari-hari ini, predikat kepenyairan tidak dipedulikannya, namun kesungguhannya dalam menulis puisi tidak pernah kendor.

Fauzi, sejak masih muda bekerja sebagai pengrajin sepatu, sekaligus penterjemah. Ditengah kesibukannya menyelesaikan pesanan sepatu, selalu ada waktu untuk menulis puisi. Dua kegiatan itu, membuat sepatu dan menulis puisi, seperti tak bisa dipisahkan. Aktivitas pertama, upaya untuk menjaga kehidupannya terus berlangsung; aktivitas kedua, untuk memberi makna terhadap hidup yang dijaganya. Dengan demikian, sepatu dan puisi adalah jalan hidupnya.

Usia Fauzi Abzal, 73 tahun, pernah belajar di ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia), maka seringkali ia terlihat melukis, meski tak produktif, karena pilihannya pada puisi. Pada usia lansia, Fauzi masih menulis puisi, namun tidak produktif seperti masa muda dulu.

Marjuddin, alumni Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Negeri Yogyakarta, sekarang UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) memilih tetap tinggal di desa di Lendah, Kulonprogo. Ia memilih menjadi petani sambil terus menulis puisi. Oleh karena tak mempunyai kemampuan menggunalan laptop, meski ia memilikinya, gairah menulis puisi tak kunjung reda. Setiap hari ia menulis puisi di handphone-nya, yang kadang dikirimkan ke teman-temannya, atau ia pajang di laman facebooknya.

Petani dan puisi, dalam hidup Marjuddin seperti benih padi dan pupuk, keduanya saling membutuhkan dan menghidupi. Begitulah Marjuddin, tak bisa meninggalkan puisi. Di usia 70 tahun, puisi satu-satunya yang menemani hidupnya.
`
Oleh sebab kedua penyair tersebut di atas, begitu teguh terhadap puisi, bahkan bisa dikatakan puisi merupakan jalan hidup menemukan makna, maka buku kumpulan puisi ini diberi judul “Jalan yang Dipilih”.

Jalan puisi yang ditempuhnya sudah cukup jauh, namun keduanya tidak melepaskan dari proses perjalanan penyair yang lebih muda. Ketika keduanya melihat perempuan penyair, menapaki jalan yang dilalui Fauzi dan Marjuddin, keduanya menyapa, dan mengajak Yuliani Kumudaswari, perempuan penyair yang usianya jauh lebih muda, untuk bertemu di ruang yang sama, ialah antologi puisi.

Maka, Yuliani, alumni jurusan Biologi FMIPA UNPAD, seorang ibu rumah tangga yang secara ekonomi sudah mapan, bersama suaminya pernah tinggal dibeberapa kota, yaitu Medan, Surabaya, Sidoarjo, Semarang, dan sekarang tinggal di Yogyakarta, dan terus menulis puisi, ikut bergabung dalam satu buku puisi, sehinngga buku puisi ini diberi tanda “antologi puisi tiga penyair Yogya”. Ketiganya memang tinggal di Yogya, meski di area berbeda. Marjuddin, masuk wilayah Kulonprogo; Fauzi di wilayah Bantul; dan Yuliani di wilayah Sleman.

Dibandingkan Fauzi dan Marjuddin, Yuliani termasuk “masih baru” di area kepenyairan Yogya. Yuliani mulai menulis puisi tahun 2010. Namun, tampaknya kesungguhannya menulis puisi seperti kesungguhan Fauzi dan Marjuddin, sehingga sudah banyak puisi yang ditulis Yuliani. Selain itu, ia juga bergaul dengan penyair dari berbagai kota di Indonesia, yang usianya berbeda-beda. Puisi Yuliani juga masuk dalam antologi puisi bersama penyair Indonesia lainnya. Ada sekitar 120 antologi puisi bersama penyair dari berbagai kota, yang didalamnya ada puisi-puisi Yuliani.

Dengan kata lain, pada jalan puisi ini, jalan yang dipilih Fauzi, Marjuddin, dan Yuliani saling beriringan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *