Perempuan, Pernikahan, dan Masyarakat

Menyangga Keberagaman, Keselarasan, dan Kelestarian

Perempuan, Pernikahan, dan Masyarakat

Ini tulisan sekilas tentang perempuan, khususnya perempuan yang memasuki usia menjelang 30 tahun, yang seringkali terjebak dalam situasi kritis untuk menentukan status sosialnya. Selain perkara pekerjaan, satu hal yang krusial adalah tentang status pernikahannya. Bagaimana tidak? Di zaman modern seperti ini, seorang perempuan masih berulang kali dihadapkan pada pertanyaan tentang, “kapan nikah?”. Ini kemudian menjadi sebuah kerangka berpikir umum bahwa pernikahan ibarat sebuah prestasi dan perempuan yang menikah adalah perempuan yang bahagia. Jika tidak, lagi-lagi sang perempuan akan menerima label dari masyarakat.

Ironinya, pencapaian status pernikahan bagi perempuan berpotensi menimbulkan sebuah ketergesa-gesaan. Beberapa perempuan menikah tanpa pertimbangan yang matang. Pernikahan mereka bukan hanya didasari oleh rasa sayang dan keinginan untuk sama-sama berkembang, tetapi juga memiliki maksud agar segera lepas dari label yang mengikat. Syaratnya sederhana, sejauh ada laki-laki yang berani serius untuk berkomitmen, maka pernikahan dapat berlangsung. Dengan kata lain, ini menunjukkan sebuah keputusasaan yang seringkali tidak disadari oleh masyarakat, keluarga, maupun para perempuan yang bersangkutan.

Namun, apakah kemudian dengan menikah perempuan benar-benar akan lepas dari sebuah tuntutan sosial? Kembali lagi, ibarat sebuah pencapaian, mereka yang sudah mampu meraih sebuah prestasi pasti diharapkan meraih prestasi-prestasi lainnya yang lebih tinggi. Ada tanggung jawab yang lebih besar bagi mereka untuk menjaga diri dan keluarganya agar kehidupan rumah tangganya tetap harmonis. Masalah-masalah yang timbul dalam pernikahan boleh jadi akan berdampak pada pandangan masyarakat terhadap mereka.

Suatu pernikahan tidak akan lepas dari suatu masalah. Butuh sebuah kedewasaan untuk menghadapi setiap tantangan yang ada, terlebih karena orang yang sudah menikah tidak hanya hidup untuk dirinya, tetapi juga untuk pasangannya. Karena itu, dapat dibayangkan bahwa suatu masalah dalam pernikahan terasa semakin berat jika perempuan menikah tanpa pertimbangan yang matang. Banyak hal yang secara mengejutkan menghantam mereka dan secara perlahan membuat mereka lelah baik fisik maupun emosional. Lalu, bagaimana mereka akan mempertahankan keharmonisan sebuah rumah tangga dengan kondisi demikian?

Pada dasarnya tidak ada yang salah dengan pernikahan. Pernikahan adalah budaya manusia yang terbentuk sejak lama. Budaya ini kemudian dilegalisasi oleh agama dan menjadi salah satu bagian dari tatanan kehidupan bermasyarakat. Satu hal yang kerap diabaikan yaitua pemahaman bahwa pernikahan bukan tujuan melainkan sebuah sarana mencapai kebahagiaan. Dalam pernikahan, dua insan bersatu dan membangun kehidupan bersama. Tidak selamanya seorang perempuan bersandar pada laki-laki. Ada masanya perempuan juga perlu memiliki integritas dalam membangun kehidupan berumah tangga. Sekali lagi, banyak hal perlu dipersiapkan oleh seorang perempuan dalam rangka menyambut pernikahan yang optimal, bukan semata karena pandangan masyarakat yang sangat mungkin masih general.

Tatiana Kev
Peserta Kelas Menulis “Story Telling” Sanggaragam
Fasilitator

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *